Wuling Air EV jadi representasi mobil listrik, sedangkan Honda Brio dan Toyota Agya merepresentasikan mobil konvensional pada penelitian ini.
Indonesia sedang berupaya untuk mendorong penggunaan mobil listrik sebagai kendaraan ramah lingkungan.
Meningkatnya kebutuhan energi dari berbagai sektor, terutama kendaraan berbahan bakar fosil, telah menghasilkan emisi karbon yang membawa perubahan kondisi iklim dunia.
Upaya yang sudah dilakukan adalah menyelenggarakan Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2024.
Pameran kendaraan listrik ini resmi digelar hari ini (30/4/2024) sampai 4 Mei 2024 di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Perhimpunan Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) mengklaim bahwa PEVS 2024 adalah pameran kendaraan listrik terbesar di ASEAN.
Adanya PEVS 2024 merupakan sebuah langkah positif yang bisa jadi pemantik untuk penggunaan motor atau mobil listrik yang lebih massif.
Baca juga: Pertanyaan Umum Seputar Kendaraan Listrik
Tetapi, tidak cukup dengan menyelenggarakan pameran kendaraan listrik saja.
Demi mencapai target 2 juta unit peralihan dari mobil konvensional atau Internal Combustion Engine (ICE) ke mobil listrik di 2030, masyarakat butuh berbagai informasi mengenai mobil listrik.
Baru-baru ini, Researchgate membagikan penelitian tentang perbandingan nilai ekonomi mobil listrik dengan mobil berbahan bakar minyak.
Penelitian bertajuk Studi Perbandingan Ekonomi Mobil Listrik di Indonesia ini bertujuan untuk memberikan analisis keekonomian mobil listrik dan mobil konvensional di Indonesia melalui perhitungan Total Cost of Ownership (TCO) dan Equipment Uniform Annualized Cost (EUAC).
Perbandingan kepemilikan mobil hingga tahun ke-10
Researchgate mengambil sampel dari tiga mobil dalam penelitian ini, yaitu Wuling Air EV, Honda Brio, dan Toyota Agya.
Alasan penggunaan Brio dan Agya sebagai representasi ICE Car, dan Air EV sebagai representasi mobil listrik bertenaga baterai adalah karena semua sampel mobil tersebut memiliki kapasitas motor penggerak yang sama.
Penelitian menunjukkan bahwa TCO, TCO Rp/Km, EUAC, dan EUAC Rp/Km mobil Wuling Air EV secara umum masih lebih besar dibandingkan mobil Agya dan Brio hingga kepemilikan 5 tahun.
Baca juga: Mengintip Komposisi Baterai Lithium-sulfur
Namun, pada tahun kepemilikan 7 hingga 9 tahun nilai TCO, TCO Rp/Km, EUAC, dan EUAC Rp/Km Wuling Air EV menjadi lebih kecil dibandingkan TCO 2 mobil ICE.
Setelah itu, kembali menjadi lebih besar dari keduanya pada tahun ke-10 kepemilikan. Hal ini disebabkan adanya biaya penggantian baterai pada mobil Wuling Air EV.
Kondisi ini bisa terjadi karena pada lima tahun pertama kepemilikan, nilai Manufacturer Sales Retail Purchase (MSRP) sangat mempengaruhi total TCO.
Komposisi MSRP mobil listrik jadi komponen biaya terbesar
Berdasarkan hasil riset, komposisi MSRP mobil listrik merupakan komponen biaya terbesar dari nilai TCO selama masa kepemilikan. MSRP dapat mencakup hingga 44% dari nilai TCO.
Seiring berjalannya waktu, mulai tahun keenam pengaruh nilai MSRP semakin berkurang.
Selain itu, biaya operasional mobil listrik cukup kecil, terutama pada biaya konsumsi energi.
Jika dibandingkan dengan mobil Agya dan Brio, komponen biaya konsumsi energi pada mobil Wuling Air EV hanya sebesar 5-11%.
Sedangkan, komponen biaya konsumsi energi Agya dan Brio dapat mencapai 21-46% dari TCO (nilai selama periode kepemilikan).
Baca juga: Alternatif Baterai Lithium Kendaraan Listrik
Kondisi ini akan menyebabkan TCO mobil Wuling Air EV dalam kepemilikan 6-9 tahun menjadi lebih kecil dibandingkan mobil Agya dan Brio.
Memasuki tahun ke-10, dimana terjadi penggantian baterai, TCO, TCO Rp/Km, EUAC, dan EUAC Rp/Km Wuling Air EV kembali menjadi lebih tinggi dibandingkan Brio dan Agya.
Penyebabnya yaitu besarnya pengaruh harga penggantian baterai terhadap TCO pada periode 10 tahun.
Komposisi biaya penggantian baterai berkisar 26-29% dari TCO, dan komposisi ini merupakan yang terbesar kedua setelah MSRP.
Jadi, jika melakukan penggantian baterai saat masa kepemilikan, otomatis nilai TCO mobil listrik tersebut akan meningkat.
Perbandingan kepemilikan mobil listrik dan konvensional tahun ke-14 dan 15
Setelah itu, mulai tahun ke-14 dan ke-15 pada skenario jarak 18.000 dan 25.000 kilometer, TCO, TCO Rp/Km, EUAC, dan EUAC Rp/Km Wuling Air EV menjadi yang terkecil dibandingkan Brio dan Agya.
Ini disebabkan oleh pengaruh konsumsi energi Brio dan Agya yang lebih tinggi dibandingkan Wuling Air EV.
Proporsi biaya konsumsi energi Brio dan Agya dapat mencapai lebih dari 30% dari total biaya selama masa kepemilikan.
Pasalnya, pada tahun ke-14 dan 15 biaya konsumsi energi pada Brio dan Agya tergolong tinggi, sehingga semakin bertambahnya jarak tempuh maka nilai TCO, TCO Rp/Km, EUAC, dan EUAC Rp/Km juga akan meningkat.
Pada semua skenario, umur ekonomis mobil Wuling Air EV adalah 9 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh penggantian baterai pada tahun ke-10 sehingga EUAC meningkat.
Baca juga: Efisiensi Baterai Solid-state Vs Lithium-ion
Tingginya komposisi biaya penggantian baterai menyebabkan peningkatan total biaya. Keadaan berbeda terjadi pada Agya dan Brio.
Umur ekonomis Agya dan Brio untuk skenario 10.000 kilometer adalah 5 tahun. Ketika jarak bertambah, umur ekonomis Agya dan Brio menjadi hanya 4 tahun.
Selanjutnya, umur ekonomis Brio berkurang menjadi 3 tahun bila jarak tempuh ditingkatkan menjadi 25.000 kilometer.
Kondisi ini terjadi karena pada mobil ICE biaya yang cukup besar adalah biaya konsumsi energi.
Semakin jauh jarak yang ditempuh maka biaya konsumsi energi semakin meningkat.
Hal ini mengakibatkan komponen biaya operasional menjadi lebih besar, sehingga jika dibagi per tahun maka umur ekonomisnya akan semakin berkurang.
Penelitian menyimpulkan, berdasarkan perhitungan TCO, waktu kepemilikan terbaik mobil listrik pada jarak 10.000-25.000 kilometer adalah antara 7 hingga 9 tahun.
Penelusuran lebih dalam melalui perhitungan EUAC juga menunjukkan, bahwa umur ekonomis mobil listrik pada jarak 10.000-25.000 kilometer adalah 9 tahun dibandingkan mobil ICE di segmen yang sama.