Baterai lithium sangat sulit untuk didaur ulang serta membutuhkan air dan energi dalam jumlah besar untuk memproduksinya.
Permintaan baterai untuk kebutuhan global melonjak karena dunia ingin memproduksi kendaraan dengan cepat dan menyimpan energi terbarukan.
Baterai lithium-ion, yang biasanya digunakan dalam Electric Vehicle (EV), sulit didaur ulang dan membutuhkan energi dan air dalam jumlah besar untuk diekstraksi.
Oleh karena itu, perusahaan berlomba-lomba mencari alternatif yang lebih efisien dan berkelanjutan yang dapat membantu menggerakkan transisi dunia ke energi hijau.
Menurut James Quinn, Kepala Eksekutif Faradion, sodium (natrium) bisa menjadi solusinya, karena natrium adalah sumber baterai yang jauh lebih berkelanjutan daripada lithium.
Baca juga: Kereta Cepat Tiongkok Cetak Rekor Baru
“Ini (natrium) tersedia secara luas di seluruh dunia, yang berarti lebih murah untuk sumbernya, dan lebih sedikit air yang intensif untuk diekstraksi,” kata Quinn dikutip dari BBC.
Ia melanjutkan, butuh 682 kali lebih banyak air untuk mengekstrak satu ton lithium versus satu ton natrium. Menurutnya, itu adalah jumlah yang signifikan.
Sebagai informasi, Faradion adalah perusahaan teknologi baterai yang berbasis di Inggris yang memproduksi baterai natrium-ion untuk perusahaan utilitas Yarra Valley Nation Energie.
Maka dari itu, di Lembah Yarra, Australia, teknologi baterai baru ini membantu memberi daya pada bangunan tempat tinggal dan usaha komersial negara, tanpa menggunakan lithium.
Baca juga: Berapa Kecepatan Pesawat Terbang Komersial?
Baterai yang mengandalkan natrium (elemen yang juga ditemukan dalam garam meja) bisa menjadi alternatif dalam pencarian baterai yang benar-benar berkelanjutan.
Baterai natrium-ion Faradion sudah digunakan oleh perusahaan energi di seluruh dunia untuk menyimpan listrik terbarukan.
Ini hanyalah salah satu alternatif untuk ketergantungan kita yang berat dan berkembang pada lithium, yang terdaftar oleh Uni Eropa sebagai “bahan baku kritis” pada tahun 2020.
Dilansir dari BBC, ceruk pasar untuk baterai lithium diprediksi akan tumbuh pesat, dari $57 miliar (£45 miliar) pada tahun 2023, menjadi $187 miliar (£150 miliar) pada tahun 2032.
Baca juga: Interlune Akan Eksplorasi Helium-3 di Bulan
Untuk itu, menemukan alternatif baterai lithium dapat menjadi pertimbangan dan perbandingan dengan apa yang telah membuat baterai lithium begitu populer.
Beberapa faktor yang membuat lithium lebih diminati adalah umur, daya, kepadatan energi, keamanan, dan keterjangkauan.
Jadi, apakah ada alternatif yang layak untuk baterai lithium-ion?
Selain baterai natrium-ion, ada dua jenis lain yang sedang diuji coba sebagai alternatif lithium-ion, yaitu baterai solid-state dan lithium-sulfur.
Baterai solid-state menggunakan elektrolit padat, pengalihan dari elektrolit cair atau berair yang umum digunakan pada baterai konvensional.
Sedangkan baterai lithium-sulfur memiliki komposisi yang mirip dengan baterai lithium-ion.
Bedanya, kandungan lithium terdapat di dalam anoda baterai lithium-sulfur dan belerang digunakan dalam katoda.
Sementara baterai lithium-ion menggunakan mineral tanah seperti nikel, mangan dan kobalt (NMC) di katoda-nya.