Para peneliti memprediksi, jaringan 6G kemungkinan mampu menghasilkan kecepatan seribu kali lipat daripada 5G.
Para peneliti telah membuat antena yang dapat diprogram dan memungkinkan terciptanya jaringan 6G.
Generasi terbaru itu bernama Dynamic Metasurface Antenna (DMA), yang dikontrol oleh prosesor mini berkode digital.
Secara teknis, prosesor tersebut merupakan Field Programmable Array Gate (FPGA) berkecepatan tinggi.
Mengutip LiveScience, FPGA adalah benda sejenis sirkuit yang dapat dikonfigurasi ulang dan terintegrasi ke dalam sebuah chip.
Lalu, prototipe yang berukuran sebesar kotak korek api ini menjadi benda pertama di dunia bekerja dengan sinyal 6G dalam gelombang milimeter (mmWave) 60 GHz, yang diperuntukkan bagi aplikasi industri, ilmiah, dan medis.
Baca juga: Chip Komputer AI Berbasis DNA di Masa Depan
Maka dari itu, jaringan 6G kemungkinan mampu menghasilkan kecepatan seribu kali lipat daripada 5G.
Jurnal IEEE Open Journal of Antennas and Propagation akan mempublikasikan temuan ini dalam waktu dekat.
“Desain antena kami yang cerdas dan sangat adaptif dengan frekuensi tinggi dapat menjadi salah satu fondasi teknologi antena mmWave generasi berikutnya yang dapat dikonfigurasi ulang,” ujar Masood Ur Rehman, penulis utama dari jurnal tersebut.
Saat ini, para peneliti sedang mengembangkan spesifikasi teknis, infrastruktur, dan komponen yang dibutuhkan untuk mewujudkan jaringan 6G.
Beamforming jadi fitur utama DMA
Dalam studinya, para peneliti mengatakan perangkat ini bisa berdampak besar dalam komunikasi, penginderaan, dan pencitraan.
Alasannya, karena salah satu fitur utama antena prototipe DMA adalah beamforming.
Fitur ini memfokuskan arah sinyal 6G secara tepat ke perangkat target, sehingga meningkatkan keandalan dan kecepatan, sekaligus mengurangi kebutuhan daya.
Oleh karena itu, proses pengiriman sinyal dapat terjadi hanya dalam hitungan nanodetik.
Baca juga: Kamera Canggih Ini Menangkap Triliunan Frames per Detik
Para peneliti menggunakan elemen metamaterial yang dirancang untuk beresonansi pada frekuensi sekitar 60,5 GHz.
“Kontrol sinar dapat diprogram dan pembentukan sinar DMA dapat membantu pencitraan holografik mmWave yang lebih halus serta komunikasi jarak dekat generasi berikutnya, pemfokusan sinar, dan transfer daya nirkabel,” kata Masood.
Salah satu tantangan utama pengembangan jaringan 6G adalah sulitnya memperoleh sinyal di dalam gedung.
Antena baru ini dapat mendukung jaringan Internet of Things (IoT) dalam ruangan 60GHz berskala besar yang mencakup tingkat transmisi tinggi dan throughput data yang sangat besar.
Saat pengujiannya, antena DMA dapat mengurangi konsumsi energi sebesar 88% dan tabrakan data sebesar 24%, dibandingkan dengan antena omnidirectional.
Penginderaan jaringan 6G memunculkan kemungkinan menarik
Teknologi ini menggunakan sifat gelombang radio untuk mendeteksi objek secara real-time, termasuk saat melacak pasien di rumah sakit atau menentukan jalur mobil otonom.
Sehingga, data yang terkumpul dari objek yang terdeteksi itu membuka peluang bagi para peneliti untuk menciptakan model holografik 3D yang menunjukkan pergerakan orang dan benda di daerah setempat.
Baca juga: GraphCast, Mesin Prediksi Cuaca Berbasis AI Canggih Google
Masood mengatakan, timnya berencana untuk menyempurnakan proyek ini dan bisa memberikan fleksibilitas yang lebih besar dan kinerja yang lebih serbaguna.
Setelah itu, Masood berharap temuan ini bisa menjadi komponen kunci dalam lingkungan IoT dan kota pintar yang mendukung jaringan 6G.
Menurut Badan Perdagangan GSMA, proyek ini akan rampung pada 2028 dan meluncurkan versi komersialnya pada awal 2030.